Dasar Hukum Perjanjian Perkawinan
Ini nih bagi yang ingin tahu lebih jelasnya..
1. Perjanjian pranikah diatur dalam Bab VII
Perjanjian Perkawinan Pasal 45-52 Kompilasi Hukum Islam (KHI),
BAB VII
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 45
Kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan
dalam bentuk :
1. Taklik talak dan
2. Perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum
Islam.
Pasal 46
(1) Isi taklik talak tidak boleh bertentangan dengan hukum
Islam.
(2) Apabila keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak
betul-betul terjadi kemudian, tidek dengan sendirinya talak jatuh. Supaya talak
sungguh-sungguh jatuh, isteri harus mengajukan persoalannya
ke pengadilan Agama.
(3) Perjanjian taklik talak bukan salah satu yang wajib
diadakan pada setiap perkawinan, akan tetapi sekali taklik talak sudah
diperjanjikan tidak dapat dicabut kembali.
Pasal 47
(1) Pada waktu atau sebelum
perkawinan dilangsungkan kedua calon mempelai dapat membuat
perjanjian tertulis yang disahkan
Pegawai Pencatat Nikah mengenai kedudukan harta dalam
perkawinan.
(2) Perjanjian tersebut dalam ayat
(1) dapat meliputi percampuran harta probadi dan pemisahan harta pencaharian
masing-masing sepanjang hal itu tidak bertentangan dengan Islam.
(3) Di samping ketentuan dalam ayat
(1) dan (2) di atas, boleh juga isi perjanjian itu menetapkan
kewenangan masing-masing untuk
mengadakan ikatan hipotik atas harta pribadi dan harta bersama atau harta
syarikat.
Pasal 48
(1) Apabila dibuat perjanjian
perkawinan mengenai pemisah harta bersama atau harta syarikat, maka perjanjian
tersebut tidak boleh menghilangkan kewajiban suami untuk memenuhi kebutuhan
rumah tangga.
(2) Apabila dibuat perjanjian
perkawinan tidak memenuhi ketentuan tersebut pada ayat (1) dianggap
tetap terjadi pemisahan harta
bersama atau harta syarikat dengan kewajiban suami menanggung
biaya kebutuhan rumah tangga.
Pasal 49
(1) Perjanjian percampuran harta
pribadi dapat meliputi semua harta, baik yang dibawa masing-masing ke dalam
perkawinan maupun yang diperoleh masing-masing selama perkawinan.
(2) Dengan tidak mengurangi
ketentuan tersebut pada ayat (1) dapat juga diperjanjikan bahwa
percampuran harta pribadi yang
dibawa pada saat perkawinan dilangsungkan, sehingga
percampuran ini tidak meliputi harta
pribadi yang diperoleh selama perkawinan atau sebaliknya.
Pasal 50
(1) Perjanjian perkawinan mengenai
harta, mengikat kepada para pihak dan pihak ketiga terhitung
mulai tanggal dilangsungkan
perkawinan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah
(2) Perjanjian perkawinan mengenai
harta dapat dicabut atas persetujuan bersama suami isteri dan
wajib mendaftarkannya di Kantor
Pegawai Pencatat Nikah tempat perkawinan dilangsungkan
(3) sejak pendaftaran tersebut,
pencabutan telah mengikat kepada suami isteri tetapi terhadap pihak
ketiga pencabutan baru mengikat
sejak tanggal pendaftaran itu diumumkan suami isteri dalam suatu surat kabar
setempat.
(4) Apaila dalam tempo 6 (enam)
bulan pengumuman tidak dilakukan yang bersangkutan, pendaftaran pencabutan
dengan sendirinya gugur dan tidak mengikat kepada pihak ketiga.
(5) Pencabutan perjanjian perkawinan
mengenai harta tidak boleh merugikan perjanjian y7ang telah
diperbuat sebelumnya dengan pihak
ketiga.
Pasal 51
Pelanggaran atas perjanjian
perkawinan memeberihak kepada isteri untuk memeinta pembatalan
nikah atau mengajukannya. Sebagai
alasan gugatan perceraian ke Pengadilan Agama.
Pasal 52
Pada saat dilangsungkan perkawinan
dengan isteri kedua, ketiga dan keempat, boleh diperjanjikan mengenai tempat
kediaman, waktu giliran dan biaya rumah tangga bagi isteri yang akan dinikahinya
itu.
2.
Bab VII Perjanjian kawin Pasal 139-179
Kitab Undang-undang Hukum Perdata,
BAB
VII
PERJANJIAN
KAWIN
(Tidak
Berlaku Bagi Golongan Timur Asing Bukan Tionghoa, Tetapi Berlaku Bagi Golongan
Tionghoa)
BAGIAN
1
Perjanjian
Kawin pada Umumnya
Pasal
139
Para calon suami
isteri dengan perjanjian kawin dapat menyimpang dan peraturan undang-undang mengenai
harta bersama asalkan hal itu tidak bertentangan dengan tata susila yang baik
atau dengan tata tertib umum dan diindahkan pula ketentuan-ketentuan berikut.
Pasal
140
Perjanjian itu
tidak boleh mengurangi hak-hak yang bersumber pada kekuasaan si suami sebagai
suami, dan pada
kekuasaan sebagai bapak, tidak pula hak-hak yang oleh undang-undang diberikan
kepada yang masih hidup paling lama.
Demikian pula
perjanjian itu tidak boleh mengurangi hak-hak yang diperuntukkan bagi si suami
sebagai kepala
persatuan suami isteri; namun hal mi tidak mengurangi wewenang isteri untuk
Pasal
141
Para calon suami
isteri, dengan mengadakan perjanjian perkawinan, tidak boleh melepaskan hak
yang diberikan
oleh undang-undang kepada mereka atas warisan keturunan mereka, pun tidak
boleh mengatur
warisan itu.
Pasal
142
Mereka tidak
boleh membuat perjanjian, bahwa yang satu mempunyai kewajiban lebih besar
dalam
utang-utang daripada bagiannya dalam keuntungan-keuntungan harta bersama.
Pasal
143
Mereka tidak
boleh membuat perjanjian dengan kata-kata sepintas lalu, bahwa ikatan
perkawinan
mereka akan
diatur oleh undang-undang, kitab undang-undang luar negeri, atau oleh beberapa
adat kebiasaan,
undang-undang, kitab undang-undang atau peraturan daerah, yang pernah
berlaku di
Indonesia.
Pasal
144
Tidak adanya
gabungan harta bersama tidak berarti tidak adanya keuntungan dan kerugian
bersama, kecuali
jika hal mi ditiadakan secara tegas. Penggabungan keuntungan dan kerugian
diatur dalam
Bagian 2 bab ini.
Pasal
145
Juga dalam hal
tidak digunakannya atau dibatasinya gabungan harta bersama, boleh ditetapkan
dalam jumlah
yang harus disumbangkan oleh si isteri setiap tahun dan hartanya untuk biaya
rumah tangga dan pendidikan anak-anak.
Pasal
146
Bila tidak ada
perjanjian mengenai hal itu, hasil-hasil dan pendapatan dan harta isteri masuk penguasaan
suami.
Pasal
147
Perjanjian kawin
harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan
menjadi batal
bila tidak dibuat secara demikian. Perjanjian itu akan mulai berlaku pada saat
pernikahan
dilangsungkan, tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu.
Pasal
148
Perubahan-perubahan
dalam hal itu, yang sedianya boleh diadakan sebelum perkawinan
dilangsungkan,
tidak dapat diadakan selain dengan akta, dalam bentuk yang sama seperi akta
perjanjian yang
dulu dibuat. Lagi pula tiada perubahan yang berlaku jika diadakan tanpa
kehadiran dan izin orang-orang yang telah menghadiri dan menyetujui perjanjian
kawin itu.
Pasal
149
Setelah
perkawinan berlangsung, perjanjian kawin tidak boleh diubah dengan cara apa
pun.
Pasal
150
Jika tidak ada
gabungan harta bersama, maka masuknya barang-barang bergerak, terkecuali
surat-surat
pendaftaran pinjaman-pinjaman negara dan efek-efek dan surat-surat piutang atas
nama, tidak
dapat dibuktikan dengan cara lain daripada dengan cara mencantumkannya dalam
perjanjian
kawin, atau dengan pertelaan yang ditandatangani oleh notaris dan pihak-pihak
yang
bersangkutan,
dan dilekatkan pada surat asli perjanjian kawin, yang di dalamnya hal itu harus
tercantum.
Pasal
151
Anak di bawah
umur yang memenuhi syarat-syarat untuk melakukan perkawinan, juga cakap untuk memberi
persetujuan atas segala perjanjian yang boleh ada dalam perjanjian kawin, asalkan
dalam pembuatan perjanjian itu, anak yang masih di bawah umur itu dibantu oleh
orang yang persetujuannya untuk melakukan perkawinan itu diperlukan.
Bila perkawinan
itu harus berlangsung dengan izin tersebut dalam Pasal 38 dan Pasal 41, maka
rencana
perjanjian kawin itu harus dilampirkan pada permohonan izin itu, agar tentang
hal itu
dapat sekalian
diambil ketetapan.
Pasal
152
Ketentuan yang
tercantum dalam perjanjian kawin, yang menyimpang dan harta bersama menurut undang-undang,
seluruhnya atau sebagian, tidak akan berlaku bagi pihak ketiga sebelum hari pendaftaran
ketentuan-ketentuan itu dalam daftar umum, yang harus diselenggarakan di
kepaniteraan
pada Pengadilan Negeri, yang di daerah hukumnya perkawinan itu dilangsungkan.
atau kepaniteraan
di mana akta perkawinan itu didaftarkan, jika perkawinan berlangsung di luar
negeri.
Pasal
153
Segala ketentuan
mengenai gabungan harta bersama selalu berlaku selama tidak ada penyimpangan
daripadanya, baik yang dibuat secara tertulis, maupun secara tersirat, dalam perjanjian
kawin. Bagaimanapun sifat dan cara gabungan harta bersama diperjanjikan, isteri
atau
para ahli
warisnya berhak untuk melepaskan diri daripadanya, dengan cara dan dalam
hal-hal
seperti yang
diatur dalam bab yang lalu.
Pasal
154
Perjanjian
kawin, demikian pula hibah-hibah yang berkenaan dengan perkawinan, tidak
berlaku
bila tidak
diikuti oleh perkawinan.
3.
Bab V Perjanjian Perkawinan Pasal 29 dan Bab VII
Pasal 35, 36, 37 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
BAB V
PERJANJIAN PERKAWINAN
PERJANJIAN PERKAWINAN
Pasal 29
(1) Pada waktu atau sebelum perkawinan
dilangsungkan, kedua pihak atas persetujuan bersama dapat mengadakan perjanjian
tertulis yang disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan, setelah mana isinya
berlaku juga terhadap pihak ketiga sepanjang pihak ketiga tersangkut.
(2) Perjanjian tersebut tidak dapat disahkan
bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
(3) Perjanjian tersebut mulai berlaku sejak
perkawinan dilangsungkan.
(4) Selama perkawinan berlangsung perjanjian
tersebut tidak dapat dirubah, kecuali bila dari kedua belah pihak ada
persetujuan untuk merubah dan perubahan tidak merugikan pihak ketiga
BAB VII
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
HARTA BENDA DALAM PERKAWINAN
Pasal 35
(1) Harta
benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama.
(2) Harta
bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
Pasal 36
(1) Mengenai harta bersama, suami atau isteri dapat bertindak atas
persetujuan kedua belah pihak.
(2)
Mengenai harta bawaan masing-masing, suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya
untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta bendanya.
Pasal 37
Bila perkawinan putus karena perceraian, harta
bersama diatur menurut hukumnya masing-masing.
Komentar
Posting Komentar